Ada Kata "Bunyi" dalam "Persembunyian" ;)


-Yogyakarta, Rabu, 13 Juni 2012-

Card to post main ke LIR

Seperti rombongan tanjidor dan segala peralatannya, Card to Post mampir ke Lir, sebuah ruang alternatif di bilangan Baciro, Yogyakarta. Sesuai namanya yang “irit” secara bunyi, Lir mungil adanya. Card to Post sempat khawatir membuat tempat itu jadi tidak nyaman karena sesak. Ternyata, tidak, Teman-teman. Meski kehadiran kami memang membuat tempat itu jadi sepadat penduduk ibu kota, sesak dan tidak nyaman adalah sesuatu yang relatif.



Siang itu Card to Post mengajak teman-teman yang datang ke Lir membuat #KartuPosUntukPresiden. Ternyata sambutannya cukup meriah, apa lagi kami berjumpa juga dengan teman-teman yang sudah menjadi anggota Card to Post sebelumnya seperti Gabriella Intani Putri dan Dimaz Maulana. Meja-meja kecil yang tersedia untuk menggambar nyaris tak pernah kosong. Aspirasi teman-teman pun beraneka ragam.

Ada yang seperti ini misalnya:




Atau seperti ini:



Juga seperti ini:



Kamu pun dapat menyampaikan aspirasimu di balon dialog yang disedikan Card to Post seperti ini:



Nanti Card to Post akan mencetaknya dalam bentuk #KartuPosUntukPresiden. Seru sekali, bukan ? ;)

“Gua wartawan Tribun Jogja. Sebetulnya gua ke sini mau wawancara yang punya tempat ini, tapi malah ‘terjebak’ ikut gambar-gambar di sini,” tukas Kiki yang akhirnya jadi berencana menulis tentang gerakan kami juga untuk blog pribadinya. Ketika ditanya apa yang membuatnya mau menulis tentang Card to Post, ia menjawab mantap, “Card to Post itu kekinian banget. Mati boleh, tua jangan, nggak ada kata tua dalam pergerakan!”

Kata “Lir” sendiri diambil dari Bahasa Perancis. “Artinya ‘membaca’ atau ‘tempat persembunyian’,” ungkap Mira Asriningtyas, pendiri dan pemilik Lir. Saya tersenyum sambil mengangguk-angguk. Lir memang terasa seperti tempat-tempat yang sering saya baca di cerita-cerita dongeng. Di sana ada pohon berbuah cangkir, makanan yang dikemas secara imajinatif, dan tentu saja buku-buku yang dapat membawa kita bersembunyi ke mana saja.

Selepas maghrib, pengunjung Lir pulang satu persatu. Pohon berbuah cangkir menyaksikannya. Ditiup angin, cangkir-cangkirnya yang tak akan pernah dipetik berayun-ayun mengucapkan sampai jumpa. Saya mengamatinya. Ada sesuatu yang terasa liris, magis, sekaligus damai di sana.



Kadang-kadang kita memang perlu memasuki “persembunyian” untuk memaknai “menemukan” dan “ditemukan”.



… dan dalam “persembunyian”, ternyata kita menemukan kata “bunyi”.

POSTED BY cardtopost
DISCUSSION 0 Comments

Leave a Reply

Powered by Blogger.