Pengirim: Sundea, Andik Darmawanto
Penerima   : Andika Budiman

Kesan: Sepanjang bulan puasa lalu, saya banyak menunggu berbuka puasa dengan menulis dan mengirim kartu pos. (Yaaa, cuaca panas, Bandung macet, dan kuliah belum dimulai:P.) Awalnya hanya kepada teman-teman Card to Post, tetapi lantas merembet ke teman-teman dekat, teman-teman yang saya-ingin-lebih-dekat, bahkan seseorang yang mendiamkan saya belakangan ini. (T.T) Di buku hariannya, Anne Frank menulis bahwa kertas dan pena lebih sabar dari manusia. Baru kemarin saya sadar untuk tidak mengisi kartu pos dengan hal-hal yang memburu dan mengharapkan balasan secepatnya. Kartu pos bisa menjadi muara bagi kata-kata yang … penting, tetapi kadang-kadang terlalu repot, memalukan, dan sentimentil jika dialirkan lewat mulut.

Kini, ketika bulan puasa berakhir saya mendapat semacam panen balasan kartu pos. Tidak semua mengirimkan kartu. Ada yang membalas melalui e-mail, sms, atau posting di blog. (Meskipun ingin, saya tidak bisa protes karena ada yang membalas manis sekali! Padahal mereka tidak menulis di atas kartu. “Mungkin belum,” pikir saya.)

Hm, seharusnya postingan ini digunakan untuk menyampaikan kesan setelah menerima kartu pos, kan? Maka spesial buat teman-teman yang belum kehilangan keyakinan dan masih membaca hingga kalimat ini, berikut kesan saya menerima kartu pos dari teman-teman Card to Post. :D

Dari kartu biru searah jarum jam: kartu pos pertama dan kedua dalam foto itu dari Sundea. Salah satu kesenangan menerima kartu dari Dea adalah menebak-nebak kaitan antara foto dan caption yang mendampinginya. Kartu pos pertama mudah karena Dea memotret perpustakaan dan kafe Lir yang ia ceritakan di belakangnya. Nah, kartu kedua inilah yang akhirnya saya pandangi lama-lama. Kartu ini bertuliskan: Kehidupan menghadiahimu apa saja. Kadang ia tersembunyi di sela-sela dedaunan. Atau diantar peristiwa yang kau sebut “kebetulan”. Mari tebak bersama kaitan maknanya dengan foto pengatur temperatur kulkas! ☺

Kartu dari Mas Andik berilustrasikan sekelompok musisi Arab pada tahun 1864. Namun ketika saya lihat lebih dekat, perasaan yang muncul: “Mereka bisa saja musisi dari Nusantara. Saya tidak akan bisa membedakannya.” (Mungkin karena fotonya hitam putih, dan ciri-ciri fisik bangsa Arab yang saya kenali terbatas. Instrumennya pun kelihatan seperti biola, kecapi, dan perkusi.) Mendapat kartu ini, saya jadi ingin icip-icip dengar musik Arab. (Apa Beirut masuk hitungan, hahaheu? Ada yang punya saran?) Terima kasih, Mas Andik. Kartunya segera saya balas.




POSTED BY cardtopost
DISCUSSION 0 Comments

Leave a Reply

Powered by Blogger.